Garoetpos.com – Penyelewengan sedikit pun dalam bantuan pangan non-tunai (BPNT) memiliki dampak besar pada keluarga penerima manfaat (KPM). Meski hanya sekitar Rp.10.000/KPM, jika dikalikan dengan jumlah total KPM itu sangat besar, tidak diragukan lagi, itu akan memberikan kebocoran nominal yang sangat fantastis. Inilah yang terjadi pada dugaan korupsi dana bansos di Jabodetabek, yang menimpa mantan Menteri Sosial Juliari Batubara sebesar Rp.17 Miliyar. Seperti yang diberitakan oleh banyak media beberapa waktu lalu.
Kini, di Kabupaten Garut dalam mendistribusikan BPNT selalu menjadi masalah yang tidak memiliki solusi yang benar. Tidak tepat sasaran, ketidakpastian dalam teknik Penyaluran, serta ketidakpastian aturan pemerintah yang selalu terjadi di tengah-tengah penyaluran bantuan sosial di Kabupaten Garut.
Selain itu, penyelewengan dana BPNT pun menambah carut marut skema penyaluran BPNT. Saat ini, BPNT diberikan secara tunai di wilayah Kabupaten Garut. Tetapi skema ini masih berpotensi penyelewengan dan tidak tepat sasaran.
Pasalnya, skema ini tidak membuka peluang bagi pemerintah untuk mengontrol jenis pengeluaran yang bisa atau tidak bisa dibelanjakan.
Tentu saja, masalah penyelewengan dana BPNT yang tidak semestinya terjadi baik dari penggunaan yang seharusnya, kegiatan pemotongan atau korup akan menyebabkan dampak dari bantuan sosial tidak sebesar yang diharapkan.
Beberapa penemuan dan berita muncul tentang penggelapan dana bantuan sosial di Kabupaten Garut, selain adanya pemotongan, juga tidak ada keterbukaan data penerima manfaat, bahkan sampai dengan perampasan dana BPNT yang seharusnya tidak terjadi.
Anggota Komisi VIII DPR RI, Endang Maria Astuti, mengatakan distribusi program bantuan non-tunai (BNPT) tetap menjadi masalah bagi pemerintah pusat. Karena bantuan diberikan secara tunai (dalam bentuk uang) sehingga banyak orang tidak menggunakan untuk kebutuhan sehari-hari mereka, tetapi digunakan untuk membeli barang sekunder dan tersier, kata Endang pada kunjungan kerja di Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah, Jumat, (04/3/2022) lalu.
Artinya, masih banyak penerima manfaat BPNT yang tidak menggunakan bantuan ini untuk kebutuhan sehari-hari. Ini tentu bertentangan dengan PERMENSOS nomor 20 tahun 2019 nomor 2 point (1) huruf (b) dan (c) bahwa tujuan BPNT, yaitu: memberikan bahan pangan dengan gizi seimbang kepada KPM BPNT; memberikan bahan pangan dengan tepat sasaran, tepat waktu, tepat jumlah, tepat kualitas, tepat harga, dan tepat administrasi.
Jadi apa yang harus dilakukan?
Masalah penyaluran (BPNT) di Kabupaten Garut pada dasarnya adalah tiga hal besar, yaitu tidak tepat sasaran penerima bansos, dan tidak adanya pengawasan serta ketidakjelasan regulasi dari pemerintahan daerah pun, menambah buruknya skema penyaluran bansos di Kabupaten Garut.
Mengatasi masalah ini, mau tidak mau, pemerintah daerah Kabupaten Garut harus mengambil langkah-langkah konkret untuk memperbaiki data KPM, mengefektifkan peran Dinas Sosial dalam pengawasan penyaluran bansos serta membuat regulasi yang jelas mengenai skema penyaluran bansos BPNT.
Pertama : Tingkatkan skema penyaluran yang transparan dan bertanggung jawab.
Terjadinya masalah penyelewengan terhadap dana BPNT dikarenakan tidak adanya informasi terperinci terkait dengan bantuan yang diberikan, tidak ada rilis terkait dengan tipe dan jenis bahan pangan yang diberikan, akibatnya kualitas BPNT dimainkan untuk mendapatkan selisih keuntungan.
Kedua: Perubahan dalam skema BPNT dengan skema tunai di wilayah Kabupaten Garut harus dengan verifikasi dan validasi yang sesuai, ketat dan tepat.
Ketiga: Ada kebutuhan untuk validasi data tambahan dan informasi terkait dengan penerima BPNT.
Keempat: Konsolidasi data yang dimiliki oleh pusat dan daerah untuk memastikan bahwa tidak ada KPM ganda.
Kelima: Tugas utama dan fungsi Pendamping sosial (Pendamping BPNT) harus diklarifikasi, mereka tidak akan berhasil satu sama lain dan menjadi saling bertuduhan ketika ada penyelewengan dari dana BPNT ketika didistribusikan.
Menurut PERMENSOS Nomor 20 Tahun 2019 BAB V Pasal 33 Tentang Tenaga Pelaksana BPNT pada point (5), Bahwa Pendamping Bantuan Sosial pangan (BPNT) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c berasal dari:
a. tenaga kesejahteraan sosial kecamatan;
b. pekerja sosial masyarakat;
c. pengurus karang taruna;
d. penyuluh sosial masyarakat;
e. pendamping sosial program keluarga harapan; dan/atau
f. potensi dan sumber kesejahteraan sosial lainnya.
Namun, pada setiap penyaluran BPNT tidak ada pemantauan dan pendampingan dari Pendamping BPNT. Dalam hal ini, Dinas sosial harus menjadi yang paling bertanggung jawab untuk mengarahkan dan menginstruksikan serta memperjelas tupoksi dari Tenaga Pelaksana BPNT tersebut.
Dalam jangka menengah dan panjang, pemerintah Kabupaten Garut perlu memperbarui data KPM yang valid dan akurat sesuai dengan kenyataan di lapangan dan dapat diakses oleh semua Warga Masyarakat Kabupaten Garut.
Dengan data itu, pemerintah Kabupaten Garut dapat mengetahui identitas KPM, pendapatan, dan hal-hal lain, yang dapat menjadi dasar dari intervensi BPNT dalam bentuk tunai maupun non tunai.
Selain itu, berbagai program perlindungan sosial, dapat dilaksanakan dengan tepat sasaran. Maka, Pemutahiran data KPM itu sangat penting sehingga penyelewengan BPNT, baik data yang salah maupun pemotongan dana BPNT dapat makin diminimalisasi bahkan dihilangkan.
Penulis : Yusup Budiman
Editor : Adis Cahyana