Garoetpos.com – Ustadzah Nur Isti Faizah menegaskan perempuan boleh menjadi seorang pemimpin di ruang publik. Sebab, tak ada satupun ayat dalam Al-quran yang melarang perempuan menjadi pemimpin.
“Di dalam Islam, karakteristik seorang pemimpin bukan ditentukan dari jenis kelaminnya, namun ditentukan dari kualitas serta kapabilitasnya untuk menjalankan tugas sebagai seorang pemimpin,” kata Nur Isti dalam video yang diunggah di akun Facebook NU Online, Senin (23/5/2022).
Nur menambahkan, dalam Al Quran justru terdapat ayat yang menyatakan setiap orang adalam pemimpin, baik ia laki-laki atau pun perempuan. Ia mengutip surat Al Baqarah ayat 30 yang berbunyi: Allah berfirman kepada para malaikat, “Aku hendak menjadikan khalifah di bumi”.
“Ayat itu menjelaskan tugas semua manusia sama, yaitu menjadi khalifah atau pemimpin dan menciptakan kemaslahatan di muka bumi,” kata Nur.
Ia juga mengutip hadis Rasulullah SAW yang berbunyi: “Setiap dari kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawabannya,”
“Hadis tersebut menegaskan bahwa tugas dan kewajiban manusia itu sama, yaitu menjadi seorang pemimpin. Minimal menjadi pemimpin untuk diri sendiri,” kata Nur.
Bahkan, Allah juga menyebutkan nama-nama perempuan mulia di dalam Al Quran. Salah satunya yakni Ratu Bilqis, seorang ratu yang sangat cantik jelita dan amat bijaksana yang sukses dalam memimpin dan menciptakan rakyat yang makmur dan sejahtera.
Sosok kedua yakni Aisyah binti Muzzahid, seorang perempuan yang dipuji dalam Al Quan karena kemandirian dan ketegasan imannya dalam melawan raja yang begitu zalim, yakni raja fir aun yang dilaknat Allah swt.
Kemudian ada sosok Siti Maryam, seorang perempuan terbaik sepanjang massa yang dengan ketegasannya menjaga kehormatan dirinya sehingga Allah memberikan dia anugerah dengan putra yang saleh, yaitu Nabi Isa.
“Itu merupakan bukti perempuan mempunyai kapabilitas yang sama dengan laki laki dan memiliki hak dan kewajiban yang sama untuk memimpin. Karena dalam Islam, landasan untuk jadi pemimpin adalah kemaslahatan umat,” katanya.
Aktivis perempuan PBNU ini menyadari saat ini masih terjadi pro kontra di masyarakat terkait apakah seorang perempuan boleh menjadi pemimpin di ruang publik. Ia pun berharap penjelasannya ini bisa menjadi jawaban bagi perdebatan itu.
“Jika esok masih ada yang bertanya apakah perempuan boleh mengisi kepemimpinan dalam ruang publik, jawabannya adalah boleh,” ujarnya.
Sumber: genpi.co