Garoetpos.com – My Child My Fighter
Sebuah kisah dari ananda caesar berjuang melawan penyakit retinoblastoma yang ditulis oleh ibundanya Lina Evarini Muslim
Anak saya bernama Cesar Anugrah Padang Asa Ramadhan, embahnya waktu itu yang beri nama. Lahir tanggal 24 agustus 2011 melalui proses Caesar tepat adzan asar berkumandang. Cesar lahir sangat sehat dengan berat badan 3.5 kg dan tinggi badan 50cm, tanpa gejala apapun. Kami biasa menyebutnya esay, itu merupakan panggilan kesayangan kami sehari-hari. Seiiring berjalannya waktu, caesar tumbuh dan berkembang dengan sangat baik dan jarang sakit.
Terkadang saya menatapnya dari kejauhan dan terbayang bagaimana dia mulai bisa tengkurap, merangkak dan belajar untuk berjalan. Tidak ada yang aneh, semua seolah baik-baik saja! Ketika dia sedang tertidur lelap, saya menatap kembali wajahnya dan mengusap kepalanya sambil bicara lirih “Kelak, jadilah laki-laki sholeh dan bisa menghadapi jalan hidupmu dengan sabar dan tangguh”.
Ketika usianya memasuki 2.5 tahun cesar sakit mata dan panas, matanya pun sedikit memerah. Hingga akhirnya kami putuskan untuk membawanya ke dokter mata terdekat. Kami berobat kurang lebih selama satu bulan, tapi tidak ada perubahan dengan matanya.
Bola mata yang agak merah dan warna putih yang keruh, di bola mata hitamnya (retina) keluar warna putih. Hampir sudah 3 kali pindah dokter di daerah kami, hasilnya masih saja sama.
Sampai akhirnya dokter merujuk kami ke Rumah Sakit Cicendo. tapi awalnya kami memilih pergi ke Rumah Sakit mata di Yogyakarta dan kami pun berangkat kesana.
Akan tetapi, sebelum pergi ke Rs. Mata Yogyakarta, Cesar di periksa dulu di Rumah sakit Solo. Disinilah semua berawal, Sebagai ibu yang harus menguatkan hati, ikhlas, sabar dan titik akhir pasrah. Ketika buah hati kecil kami Cesar di diagnosa kanker mata.
Hari itu kami bagai di sambar petir, kami sangat awan untuk ilmu kedokteran, mendengar kata kanker saja itu seakan mengerikan. Kami hanya menatap cesar yang tidak tau apa-apa. Sekuat hati menahan air mata, tetap saja menetes. hanya memeluknya erat dan lirih dalam hati “ jadilah anak yang kuat” hanya itu yang bisa saya lakukan detik itu.
Keesokan harinya kami pergi ke rumah sakit Yogyakarta dengan rujukan di rumah sakit sebelumnya dan disana cesar di periksa oleh dr. Tumor . Caesar pun mulai pemeriksaan dengan beberapa alat yang saya lihat seperti di sinetron, dan tak pernah terbayangkan apa yang cesar rasakan begitupun saya sebagai ibunya yang harus selalu ada disampingnya. Setelah berbagai pemeriksaan selesai, kita pun menunggu dengan sangat cemas seperti apa hasilnya nanti.
Selang beberapa jam kita pun dipanggil memasuki ruangan dokter, diruangan itu dokter yang memegang beberapa kertas hasil pemeriksaan cesar menatap kita dengan tersenyum dan mempersilahkan kita duduk. Dengan sedikit gugup mendengarkan hasil diagnosa pertama dokter dan bilang kalo mata cesar terkena virus dan seiring waktu bola matanya akan mengecil.
Waktu terus berlalu, tak terasa ini merupakan tahun kedua cesar menjalani pengobatan rutin dan sampai akhirnya bola mata cesar mengecil sesuai diagnosa dokter, sampai usia cesar 5 tahun dia tidak pernah sakit mata.
Pada usia 5 tahun lebih tiba-tiba mata cesar bengkak merah dan kami pun langsung membawanya ke dokter mata terdekat, selama dua hari bengkaknya pun mulai mengempis dan tidak bengkak lagi, sampai pada akhirnya usia cesar memasuki usia 6 tahun, mata cesar kambuh lagi membengkak dan memerah. Setelah dokter memberinya obat untuk 3-4 hari mata cesar normal lagi, akan tetapi kami tetap saja khawatir dengan perkembangan matanya cesar. Bagaimana tidak, matanya cesar bukannya mengecil tapi malah membesar.
Ketika saya memegang keras dan bola mata cesar malah ada yang keluar. Akhirnya kami pun membawanya lagi ke klinik lalu dokter pun merujuk kami ke rumah sakit dengan perlengkapan yang lebih lengkap karena dokter mencurigai tumor.
Kami pun membawanya ke rumah sakit Yogyakarta karena disana sudah ada rekam medis cesar sebelumnya. Kita pun bertemu dengan dokter yang dulu memeriksa cesar, dan dokter pun kaget dengan perubahan dan kondisi mata cesar sekarang. Akhirnya cesar pun harus melakukan CT Scan, USG dan pemeriksaan lainnya. Setelah hasilnya keluar, dokter pun dengan raut wajah yang membuat saya tambah cemas, tapi seolah semua akan baik-baik saja dan menenangkan kami. dokter pun memberitahukan kalau hasil pemeriksaan cesar disebut mata kucing dengan bahasa ilmu kedokteran retinoblastoma atau kanker mata.
KEMOTHERAPI
Lagi-lagi saya dihadapkan dengan hal – hal yang masih tidak saya pahami dan seoalah mendengar kata itu saja, seolah hal yang sangat menakutkan. Dokter mengharuskan cesar untuk di kemotherapi. Setiap ibu pasti akan merasakan hal yang sama, menangis dengan sejadi-jadinya mendengar diagnosa dan pengobatan yang harus dijalaninya mulai saat ini. Selama di Yogyakarta kami memeriksakan dokter-dokter ternama dengan harapan lain, tapi ternyata diagnosanya pun sama yaitu tumor ganas. Disitu kami selalu mencoba pasrah dan ikhlas. Dan cesar pun dibawa ke Rumah Sakit Sardjito untuk kemoterapi.
Sesampainya kami di rumah sakit Sardjito dan langsung ke gedung khusus kemo anak, dan ternyata disana pun kami berjumpa dengan anak-anak hebat, pejuang dan begitu kuat. Hari itu kami menunggu di ruang pendaftaran kemo sambil melihat-lihat sekeliling, eh ternyata pada hari itu system sedang gangguan dan menyuruh kami untuk kembali besok. Bukannya kami daftar, malah kami putuskan untuk pulang di malam harinya. Setelah saya, suami dan kakak berunding. karena jujur waktu itu pikiran kami masih sangat kacau! Kita berencana untuk menenangkan hati dan pikiran untuk pulang dulu dan berniat mencari solusi untuk pengobatan selanjutnya.
Setelah sampai ke rumah, kami pun berembug untuk pengobatan selanjutnya. Kami mencoba cari second opinion. Bukannya kami tidak percaya dengan diagnosa di Yogyakarta. Bahkan kami sangat percaya karena Caesar ditangani oleh dokter terbaik. Karena didalam lubuk hati yang paling dalam kami berharap selalu ada keajaiban dari yang namanya kemotherapi. Setelah kami semua merasa tenang, akhirnya keputusan terakhir adalah kami akan membawa Caesar ke rumah sakit cicendo si bandung.
Sesampainya di rumah sakit cicendo, kami pun terpaksa berbohong karena berharap tidak sama dengan diagnosa sebelumnya. Dan kita pun memulai pemeriksaan dari nol. Tapi setelah serangkaian pemeriksaan kami jalani sampai akhir, ternyata hasilnya sama dengan diagnosa sebelumnya yaitu Retinoblastoma.
Bismillah, kami pasrah dengan kehendak dan ujian Alloh. Sebagai seorang ibu, merasa hancur dan nangis itu sudah pasti. Akan tetapi didepan Caesar saya harus seolah kuat dan tetap semangat dengan harapan Caesar akan berpikir dan melakukan yang sama. Sekarang saya, suami dan keluarga bekerja keras untuk bangkit dan tidak boleh terpuruk demi kesembuhan Caesar.
Di tahun 2019 ini merupakan ujian terberat bagi kami, karena setelah pemeriksaan akhirnya dokter di Rumah Sakit Cicendo mengambil keputusan untuk segera operasi mata dan mengangkat bola matanya, karena kalau tidak segera diangkat. Ditakutkan sel kanker akan menyebar ke otak dan mata yang satunya lagi, dengan berat hati kami pun menyetujuinya demi kesehatan Caesar. Sebenarnya pada saat itu kami benar-benar tidak tau kalau tindakannya dengan cara pengangkatan bola matanya Caesar! Karena Caesar sudah tau dan mengerti, kami pun memberitahu Caesar bahwa bola matanya akan diangkat biar gak sakit lagi dan gak ketakutan. Saya pun berusaha menenangkan dia dengan bilang ke dia kalau saya tidak akan pernah ninggalin dan akan selalu menemani esay, dia pun mulai terlihat sedikit tenang.
Saya pun menggendongnya ke ruang operasi , kali ini pelukannya terasa sangat erat saya berpikir mungkin esay mulai merasakan ketakutan dengan melihat alat-alat medis yang belum pernah dia lihat sebelumnya dan juga anak banyak dokter juga perawat disana. Jangankan esay, saya pun sudah mulai merasa panik waktu itu.
Saya mulai melepaskan pangkuan dan menidurkan esay di kasur operasi dan tangan kanan saya memegang obat bius lewat hidung dan menenangkan esay yang mulai ketakutan saya akan meninggalkannya. Saya peluk, mencium keningnya dan terus mengajaknya bicara sampai akhirnya obat bius pun mulai bekerja sampai akhirnya esay tertidur. saya pun mulai memandangi wajah polosnya yang sedang tertidur karena obat bius, sempat merasa hancur waktu itu banyak perasaan yang bergejolak khawatir, bimbang, sedih dan rasa takut yang berlebih. Sampai pada akhirnya dokter menenangkan saya bahwa semuanya akan baik-baik saja, saya mulai melangkah mundur untuk perlahan meninggalkan ruangan itu.
Di ruang tunggu, saya masih menangis tanpa henti walaupun mencoba tenang. Tiba-tiba ada seorang perempuan yang menghampiriku dan menenangkan saya bahwa esay akan baik-baik saja, karena ternyata dia sudah menemani anaknya sebanyak 6 kali jadi sudah terbiasa dan bahkan anaknya baru berusia 3 tahun. Pembicaraan itu membuat saya sedikit agak tenang!
Dua jam sudah berlalu, tetapi operasinya masih belum juga selesai. Selang beberapa menit esay pun keluar dengan keadaan setengah sadar dan menangis ketakutan, saya pun memeluknya! Dokter bilang operasi esay agak lama karena sempat mengalami pendarahan. kami pun harus masih harus menunggu di ruang tunggu tempat operasi, sebelum akhirnya diperbolehkan masuk lagi ke ruang rawat. Esay tidak mau memakai kursi roda dan akhirnya saya gendong. Di ruang rawat tangisku pun kembali pecah dan saya pun langsung meninggalkan ruangan, suami pun ikut keluar untuk menenangkan saya dan bilang jangan menangis di depan esay.
Esay pun mulai bangun dari pengaruh obat biusnya, dan dia tersadar bola matanya diangkat dan menanyakannya kepada saya. Dengan berat hati saya hanya menganggukkan kepala sambil mengelus kepalanya. Tiba-tiba esay begitu sangat marah dan bilang “ semua orang gak saying sama esay “ baik itu mamah, ayah, wawa, nini dan aki gak ada yang sayang! Kenapa harus mengizinkan dokter mengambil bola mata esay… kenapa? Mendengarnya begitu saya sangat merasa bersalah sekali waktu itu.
Sampai akhirnya kita harus berhenti berjuang pada tanggal 22 september 2021. Yah, Alloh sudah memanggilnya pulang dan menyelesaikan perjuangannya. hhmm ibu mana yang tidak sempat terpuruk ketika harus kehilangan buah hati kecilnya, bukan berarti tidak ikhlas hanya sedikit berat. tapi dia sudah diambil Sang Pemilik, tak ada kata lain selain kita ridho dan pasrah. Dan saya disini masih melanjutkan perjalan hidup walau tanpa senyum dan teriakannya di rumah.
Disini saya ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada semua medis khususnya Rumah Sakit Cicendo yang sudah sama-sama berjuang untuk anak saya caesar, dan untuk semua anak juga orangtua yang masih berjuang dengan retinoblastoma tetap semangat.
Pemilik/Penulis Kisah : Lina Evarini Muslim
Editor : Sarah Nurul Fadillah