Garoetpos.com – Waktu pun terus berlalu, akhirnya aku mendapatkan izin keluar kota sendirian. Yah, karena sekarang aku sudah menjadi mahasiswi di semester pertama. Di hari libur semester ini akupun mendapatkan izin ke rumah kakek, dengan sangat bergembiranya aku pun langsung memberi tau kakek kalau aku akan menginap dengan waktu yang cukup lama disana.
Sore itu, ku nikmati suasana perjalanan dalam bus. Ramainya penumpang yang melihat gunung batu, celengan besar yang terbuat dari kayu maupun tanah liat, pedagang asongan dalam bus, ada juga anak kecil yang nangis. Tapi semua itu tidaklah menggangguku, Karena saking senangnya dan ingin cepat-cepat bertemu kakek dan nenek.
Akhirnya ku memasuki kawasan perkebunan, udara masih tetap sama begitupun dengan perkebunan teh . Tapi sekarang,
Kupu-kupu pun seolah menghilang
Kabut pun sangat terlihat menakutkan
Tak ada lagi ceria tawa anak-anak
Hanya gunung yang masih terlihat sama
Air pun tak sederas dulu
Hanya embun yang setia pada daun teh itu
Apakah masih ada sosok yang sempat membuka mataku dulu
Sosok yang mengenalkanku untuk belajar pada alam?
Ataukah aku hanya sendiri disini bersama kenangan?
Kemana perginya masa-masa itu?
Kenapa sekarang sudah tak lagi sama?
Semua tidak sehangat seperti dulu lagi
Sejenak ku menutup mata dan mencoba menghadirkan semua kenangan itu.
***
Kakek dan nenek terlihat sudah menua, tapi hanya hangatnya senyum mereka yang masih terlihat sama, berada di pelukan mereka membuat air mata ku tak berhenti keluar, rasa kangen yang sangat luar biasa. Melihat lemari buku yang sudah tua dan sedikit berdebu, tata letak barang yang masih sama.
Duduk di dekat jendela sambil melihat hamparan perkebunan teh yang diiringi angin membuat pikiran dan hati merasa tenang, rasanya enggan beranjak sedikitpun, suasananya masih tidak berubah seperti dulu. Hanya saja teriakan, tawa anak-anak yang sudah menghilang. Belalang pun masih diam di tempat sama, tak ada belalang yang terbang kesana kemari karena anak-anak mendekati mereka.
Tiba-tiba Andra datang dengan senyumannya yang sangat khas dan begitu kalemnya, akupun menghapirinya dengan rasa rindu yang tak bisa ku ungkapkan. Ntahlah ada apa dengan perasaanku ini, detak jantung yang begitu cepat. Apakah ini yang dinamakan rindu? Andra masih memperlakukanku seperti gadis kecil dulu, mengusap kepalaku dan mengacak-ngacak rambutku. Tiba-tiba Andra andra bilang sama kakek kalau kita akan pergi ke perkebunan teh sore ini.
Dibalik senja yang terhalang oleh kabut, Andra memegang dan menarik tanganku dengan setengah berlari ketengah perkebunan. Indahnya biru langit, hamparan hijaunya perkebunan teh, dingin dan jernihnya air pegunungan mengingatkanku pada masa itu. Masa dimana bagiku Andra adalah kakak laki-laki ku, yang selalu melindungi dan menghiburku dengan berbagai cara bodoh yang dia lakukan.
Tiba-tiba andra menepak punggungku,
Andra berkata “Wey, kenapa melamun? Apalagi yang kamu sesalkan, kita masih bisa merasakan indahnya tempat ini kembalikan”.
Hhmm, senyumku terlempar.
Bersambung…
Lanjut Part 4