Garoetpos.com- Salah satu penggalan cerpen dari sebuah buku sastra hijau yang ditulis beberapa perempuan dari sebuah komunitas dengan nama P2I ” Perempuan Penulis Indonesia “
Dimana menceritakan sebuah kisah dua anak yang saling melindungi yaitu Nurul dan diandra yang terlahir di lingkungan perkebunan teh yang begitu asri dan lingkungan masyarakat yang begitu ramah, dimana salah satu dari mereka harus pindah keluar kota dengan orang tuanya, andra yang selalu menemani nurul dalam kesehariannya terpaksa harus kehilangan masa kecilnya itu, dan ketika bertemu kembali dimasa remajanya.
Waktu itu, ya katakanlah itu kebenarannya, seekor kupu-kupu kecil berwarna merah, hitam dan biru dengan tiba-tiba hinggap tepat di atas kepalaku. Kupu-kupu itu tentu saja si perayu ulung. Ia berbisik sambil mengepakkan sayapnya. Dan entah bagaimana kejadiannya atau mengapa itu bisa terjadi, aku tepat sangat dengan Mas Diandra yang mengambil kupu-kupu dikepalaku. Tatapannya yang begitu dalam dengan senyum sambil berbisik “kupu-kupu ini begitu indah” bisiknya. Tiba-tiba jantung berdebar kencang di tengah-tengah dinginnya hembusan angin.
Kemudian, setelah kejadian itu, yang kutahu tentang musim adalah ingatan pada perkebunan yang diguyuri sedikit gerimis dan kabut.
***
Di saat aku kecil, saat aku masih menjadi perempuan liar yang suka bermain dikebun dengan sikap yang dingin, suka berlari di tengah orang-orang yang sedang mengambil sayuran, aku tidak tahu musim kecuali suatu musim dimana buah dan sayuran melimpah, dan kami anak – anak kampung di beri uang karena membantu mereka memetik sayuran dengan tawa yang sangat penuh. Masih belum cukup sampai di situ, kami berduyun-duyun keluar kampung dan pergi ke perkebunan. Kami harus menelusuri jalan setapak kecil ke kebun-kebun warga, menelusuri kabut.
Tiap menemukan batang-batang buah, kami bersorak seolah baru saja memenangkan permainan, jika ada warga yang sedang makan, pasti kita akan di suruh makan bersama. Tidak hanya itu, setiap awal bulan, perkebunan pasti ramai dengan penjual yang menjual berbagai jenis makanan dan barang lainnya, yang biasa pasar malam perkebunan. ketika pasar malam berakhir, kami tau musim yang sangat menyenangkan telah usai.
Kami tidak pernah memikirkan kapan musim datang lagi. Yang tertinggal hanya kenangan, teriakan dan tawa waktu itu pun samar-samar dan kami menganggap sesuatu yang penting untuk kami jaga sebagai ingatan.
Lalu musim pada waktu yang lain, tidak lagi sekedar musim yang datang dan pergi begitu saja dan dilupakan dengan cepat. Musim membuat mulai apakah tahun depan ku akan kembali lagi? Setelah kumendengar aku akan tinggal bersama kedua orang tuaku di kota lain, dan meninggalkan perkebunan di tengah perkebunan.
Hhmm…kalau ku diberi pilihan lain,maka ku akan tinggal disini saja. Sangat betah tinggal di lingkungan desa, dengan lingkungan perkebunan teh, merasakan dinginnya udara pegunungan, merasakan senyum kepada pemetik teh disetiap pagi. Ku hanya melihat jendela ketika dan memanggilku dan memberi tau kepindahanku. Dengan wajah yang cemberut daguku kontak mata di jendela dengan sedikit air mata.
Kakek mendekatiku dengan posisi yang sama melihat pemandangan perkebunan teh.
Kakek berkata “Nurul, cucu kakek. kamu tau pasti kami cinta, rumah terasa hangat kamu berada disini. Tapi ibu sama bapakmu ingin agar kamu melanjutkan sekolah disana! Nanti kalau hari libur tiba, kamu bisa kesini lagi kan?. Aku pun memeluk kakek dan bilang “Nurul disini aja ya kek, bilang ke ibu”. Kakek tersenyum sambil bertanya. permintaanku tak bisa dipenuhi pikirku.