Penulis: Firman Sabar
Manager Perbankan – Peminat Sejarah dan Budaya
Garoetpos.com – Kerajaan Sancang adalah Kerajaan yang pernah berdiri di wilayah Kabupaten Garut, Untuk masyarakat Sunda tampaknya sudah tidak asing dengan Hutan Sancang atau Leuweung Sancang yang berada di wilayah Kabupaten Garut bagian Selatan.
Diyakini bahwa penguasa Sancang adalah Maharaja Rakeyan Sancang. Tokoh ini belum terlalu dikenal di Indonesia. Makamnya pun pada awalnya tidak banyak diketahui. Pada tahun 2019, lembaga kemasyarakatan Gagak Lumejang yang concern melawan radikalisme dengan cara pelestarian sejarah leluhur bangsa, akhirnya menemukan makam ini setelah tertutup sekian lama dengan kesimpangsiuran nama dan berbagai mitos.
Tidak lama setelah ditemukan, sebagaimana yang sudah dilakukan terhadap makam-makam tua sebelumnya, akses jalan masuk ke makam yang berlokasi di Gunung Nagara ini pun mereka bangun. Hari ini, kita akan menjumpai gapura yang megah di pintu masuk makam dan anak tangga yang memudahkan kita mendaki ke puncak bukit tempat makam berada.
Menurut Ketua Umum Gagak Lumejang Wahyu Yunus yang akrab dipanggil Abah, Rakeyan Sancang adalah Maharaja Nusantara yang hidup sebelum zaman Rasulullah SAW sampai setelah Rasulullah SAW wafat. Beliau bertemu dengan Rasulullah SAW dan diperintahkan untuk berguru pada Sayyidina Ali bin Abi Thalib RA. Beliau menjadi murid, sahabat, dan pendukung perjuangan Rasulullah SAW. Bahkan menjadi panglima perang Sayyidina Ali dalam perang Shiffin.
Beberapa manuskrip menyebutnya sebagai sahabat dari timur jauh, Malik Al Hind atau Abdullah As Samudri. Informasi ini, Abah dapatkan setelah beliau dan tim berkeliling ziarah ke berbagai makam di Jawa, Barus, Wajo untuk menapaki jejak-jejak penyebaran Islam di Nusantara. Kesimpulan dari Abah, Rakeyan Sancang adalah kunci pembuka sejarah Islam di Nusantara yang sebenarnya.
Sejalan dengan itu, Budayawan Herman Sinung Janutama yang akrab dipanggil Ki Sinung, Nusantara adalah negeri persemakmuran yang terdiri dari banyak kerajaan. Tetapi, tidak pernah ada peperangan antar kerajaan, setiap kerajaan dengan kerajaan yang lain hidup harmonis.
Ki Sinung pun mengungkapkan bahwa Nusantara adalah Bangsa Bertauhid dan penanti kehadiran Rasulullah SAW. “Dalam catatan Prof. Gerini, disebutkan bahwa pada tahun 606 M sudah banyak pengikut Al Amin di Nusantara. Itu berarti sebelum Muhammad SAW diangkat menjadi Rasul pada tahun 610 M. Dengan demikian, bangsa Nusantara sudah mengetahui tentang Rasulullah SAW jauh sebelum dakwah Rasulullah SAW dimulai.”
Rasulullah SAW rutin mengirimkan sahabat-sahabatnya ke Nusantara. Beliau berpendapat bahwa Nusantara adalah kunci keberhasilan tersebarnya Islam ke seluruh dunia. Letak geografis Nusantara yang berada pada persimpangan jalur perdagangan dunia saat itu, membuat banyak bangsa berkumpul di Nusantara. Inilah faktor strategis yang diperlukan untuk syiar Islam. Oleh karena itu, Rasulullah SAW rutin mengirim sahabat-sahabatnya ke Nusantara. Sahabat yang dikirim Rasulullah SAW pun adalah sahabat-sahabat besar. Ini menunjukkan perhatian khusus Rasulullah SAW terhadap syiar di Nusantara.
Salah satu sahabat besar yang pernah menginjakkan kakinya di Nusantara adalah Sayyidina Ali bin Abi Thalib. Menurut Ki Sinung, Sayyidina Ali pertama menginjakkan kaki di Garut atau yang dikenal dengan nama Sancang saat itu. Kedatangan Sayyidina Ali ke Nusantara terindikasikan dalam kitab Nahjul Balaghah khutbah 165 tentang burung Merak. Dalam khutbah tersebut, Sayyidina Ali menggambarkan tentang keindahan burung Merak sebagai salah satu bukti Kemahakuasaan Allah SWT. Habitat merak di dunia itu cuma ada satu, yaitu di Nusantara. Di Nusantaranya pun cuma ada dua, yaitu di pulau Jawa ujung paling barat dan di sepanjang hutan Kendeng, Jawa tengah.
Menurut Ki Sinung, Sayyidina Ali memiliki istri dari Nusantara bernama Ummu Quraisyi dan memiliki anak yang menjadi salah satu penguasa adil di Nusantara, Ratu Sima namanya. Nama Sima ini adalah akronim dari Siti Fathimah. Sejarah ini adalah salah satu yang ditutupi, sehingga kita tidak banyak mendapatkan informasi tentang Ratu Sima. Dalam buku sejarah hanya disebutkan bahwa Ratu Sima adalah penguasa adil dari Kalingga.
Dari Sancang, Sayyidina Ali berkeliling ke daerah lainnya di Nusantara. Itulah mengapa sampai sekarang di berbagai wilayah Nusantara, kita akan menemukan cerita tentang Sayyidina Ali yang terasa sangat dekat dengan tradisi umat Islam di Nusantara.
Lebih lanjut, Ki Sinung mengungkapkan bahwa tanah Nusantara disebut sebagai tanah Hitu. Hitu artinya bunker, tempat penampungan dan perlindungan. Siapa yang ditampung dan dilindungi di tanah ini? Jawabannya adalah para Ahlul Bait dan dzurriyat Rasulullah SAW. Dzurriyat Rasul banyak bertebar di negeri ini. Berbaur dengan masyarakat asli. Contohnya, yang dikenal sebagai wangsa Syailendra dan wangsa Sanjaya sebenarnya adalah dua wangsa Dzurriyat Rasul. Wangsa Syailendra adalah wangsa keturunan Sayyidina Hasan dan wangsa Sanjaya adalah wangsa keturunan Sayyidina Husain. Selain itu, Ki Sinung mengungkapkan bahwa ternyata Mpu Sendok yang terkenal itu adalah Dzurriyat Rasul. Dalam manuskrip yang tersimpan di salah satu universitas, jelas tertulis “Mpu Sendok putra Isya Rumi” Isya Rumi ini yang kemudian dikenal umum sebagai Wangsa Isyana.
Ada yang datang pasti ada yg menerima. Banyak Ahlul Bait, Dzurriyat, dan sahabat Rasul datang ke Nusantara. Berarti ada yang menerima kedatangan mereka disini. Pertanyaannya, siapa yang menerima mereka disini? Ki Sinung mengungkapkan bahwa yang menerima mereka di Nusantara adalah Rakeyan Sancang. Saat itu, Rakeyan Sancang memegang tampuk kekuasaan tertinggi sebagai Maharaja. Sebagaimana yang disebutkan sebelumnya, Nusantara adalah negeri persemakmuran. Artinya, Nusantara terdiri dari banyak kerajaan yang dipimpin oleh seorang raja dan tunduk pada kekuasaan satu orang Maharaja. Maharaja itulah Rakeyan Sancang. Oleh sebab itu, daerah yang pertama didatangi Sayyidina Ali adalah Kerajaan Sancang (Garut).
Rakeyan Sancang adalah seorang penanti Rasulullah SAW. Ketika mendengar kabar kehadiran Rasulullah SAW, beliau pergi menemui Rasulullah SAW dan oleh Rasul beliau diminta untuk belajar kepada Sayyidina Ali. Rakeyan Sancang tunduk patuh pada permintaan Rasulullah SAW. Usia yang jauh lebih tua dari Rasul dan Sayyidina Ali, serta kedudukan yang tinggi sebagai Maharaja, tidak menghalangi beliau untuk patuh. Sejak saat itu, Rakeyan Sancang menjadi sahabat, sekaligus pendukung Rasulullah SAW dan Sayyidina Ali.
Ki Sinung mengungkapkan bahwa Habib Umar bin Hafidz pun menyebutkan nama Rakeyan Sancang dalam catatannya. Dalam catatan beliau, “Orang Badui yang dimaksud dalam salah satu riwayat tentang kehadiran orang Badui di Masjid Nabawi adalah Rakeyan Sancang”.
Rakeyan Sancang yang memberikan suaka bagi Ahlul Bait, Dzurriyat, dan para Sahabat Rasul. Dengan suaka yang beliau berikan, Syiar Islam dapat berjalan dengan dengan kondusif. Rakeyan Sancang adalah penyokong utama atau loyalis Rasulullah SAW dan Sayyidina Ali dari Nusantara. Ki Sinung pun mengungkapkan, setiap Nabi pasti memiliki loyalis dari Nusantara. Adam as misalnya, beliau memiliki Sultan Kayumarat atau dalam manuskrip Yahudi disebut Kayu Marath sebagai loyalisnya dan Rakeyan Sancang adalah loyalis bagi Rasulullah Saw dan Sayyidina Ali.
Kekuasaan Rakeyan Sancang saat itu membentang sepanjang wilayah yang dilalui Samudera Hindia. Kekuasaan yang sangat besar sehingga menjadi sangat logis bahwa kunci keberhasilan syiar Islam tersebar ke seluruh dunia adalah Nusantara. Hal ini karena Islam disokong oleh sebuah kekuatan besar yang dipimpin oleh Maharaja Rakeyan Sancang.